Asal Minyak dan Gas Bumi



Mengenai cara terjadinya minyak dan gas bumi tidak saja merupakan suatu problema yang bersifat akademis bagi seorang ahli geologi, akan tetapi juga mempunyai kepentingan langsung bagi eksplorasi. Misalkan saja jika orang percaya bahwa minyak dan gas bumi dibentuk secara anorganik dari magma, tentu pencarian minyak bumi akan dipusatkan pada daerah yang diintrusi oleh batuan beku atau daerah dengan aktivitas vulkanik. Tetapi di lain pihak, jika kita percaya bahwa minyak dan gas bumi itu terbentuk dari jasad organik, yaitu yang disebut teori organik, jelas kita akan mencari minyak dan gas bumi di daerah dimana sangat mungkin didapatkan zat organik yaitu di dalam lapisan sedimen. Dalam hal ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cara terjadinya minyak bumi, seperti misalnya mengapa minyak bumi terbentuk di dalam lapisan reservoir, maka tentunya kita harus mencari faktor terjadinya di tempat minyak dan gas bumi tersebut didapatkan. Akan tetapi jika kita percaya bahwa minyak dan gas bumi itu dapat bermigrasi atau berpindah dari tempat asal dimana dia terbentuk ke daerah tempat dia terjebak atau terperangkap, maka yang kita cari adalah perangkap minyak dan gas bumi tersebut, walaupun tempatnya cukup jauh dari daerah asal terbentuknya. Juga mengetahui bahwa minyak bumi hanya terdapat dalam lingkungan laut saja, maka tentu minyak dicari di daerah sedimen marin, kecuali jika kita percaya bahwa minyak bumi dapat bermigrasi jarak jauh. Tetapi jika ternyata juga bahwa minyak bumi dapat terbentuk dalam sedimen nonmarin, kita pun akan mencarinya di berbagai cekungan sedimen yang tidak pernh mengalami genang laut. Dengan demikian maka daerah eksploitasi kita menjadi lebih luas lagi. Jadi, jika kita memang percaya bahwa minyak bumi dapat bermigrasi dalam jarak jauh, tidaklah menjadi soal lagi apakah kita mencarinya di dalam lapisan sedimen marin ataupun nonmarin karena yang penting disini adalah perangkapnya. Semua hal tersebut di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai asal minyak tidaklah hanya merupakan suatu minat akademis saja tetapi juga mempunyai penerapan yang langsung. Namun harus diingat pula bahwa semua eksplorasi dikendalikan berdasarkan teori, bahkan dewasa ini pengambilan suatu daerah kerja tidak semata-mata untuk mencari minyak tetapi kadang-kadang untuk suatu permainan ‘business’ saja. Misalkan suatu perusahaan yang kecil mendapat konsesi di Timur Tengah, maka untuk seorang awam hal ini tentu merupakan sesuatu yang luar biasa sehingga menyebabkan nilai saham dari perusahaan itu naik di bursa saham. Dengan demikian perusahaan itu akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan saham-sahamnya.
Di lain pihak, terlalu fanatik kepada suatu teori, dpt menyebabkan kita buta akan berbagai kemungkinan lainnya, dan dapat pula menghalangi usaha eksploitasi minyak dan gas bumi, sehingga memberikan peluang bagi perusahaan lain yang cara berpikirnya lebih terbuka mengenai teori terbentuknya minyak dan gas bumi untuk mengadakan eksplorasi di daerah yang lebih luas.
Dalam sejarah pengembagan eksplorasi minyak bumi di Indonesia banyak contoh mengenai ini, misalnya saja :
1)   Di SUMATERA SELATAN. Pada awal abad ke dua puluh, teori mengenai minyak bumi adalah bahwa minyak bumi selalu berasosiasi dengan lapisan batubara. Di Sumatera Selatan lapisan yang mengandung batubara ialah lapisan yang regrasif, yang kini dikenal sebagai Formasi Muara Enim dan Formasi Air Benakat. Pada waktu itu semua eksplorasi ditujukan pada lapisan dalam kedua formasi tersebut. Pada waktu itu suatu perusahaan mendapatkan konsesi daerah Pendopo Talang Akar, dan setelah mengadakan berbagai pengeboran yang menerobos lapisan kedua formasi itu ternyata tidak mendapatkan minyak, maka daerah itu dikembalikan kepada Pemerintah. Pada tahun dua puluhan suatu perusahaan yang sekarang menjadi P.T. Stanvac Indonesia mendapatkan kembali konsesi ini. Pada waktu itu perusahaan ini sadar bahwa selain di lapisan tersebut di atas, minyak bumi bisa pula terdapat di lapisan bawah yang terkenal sebagai lapisan transgresif dari Formasi Talang Akar. Pada pemboran selanjutnya ditemukan lapangan minyak Pendopo-Talang Akar yang sebelum perang dunia kedua merupakan lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara.
2)   SUMATERA TENGAH. Suatu perusahaan mempunyai konsesi di Sumatera Tengah, dan pada waktu itu teori yang berlaku adalah bahwa minyak bumi dapat ditemukan dalam cekungan dengan lapisan sedimen yang cukup tebal. Berbagai penelitian di Sumatera Tengah menunjukkan bahwa lapisan sedimen di sana sangat tipis dan oleh karenanya daerah itu ditinggalkan. Kemudian daerah tersebut diambil alih oleh perusahaan lain yang sekarang terkenal dengan nama P.T. Caltex Pacific Indonesia yang dengan hanya mendasarkan pada adanya struktur antiklin, mengadakan pemboran eksploitasi dan ternyata mendapatkan minyak. Bahkan ketika di bor pada zaman pendudukan Jepang didapatkan lapangan minyak yang terbesar di Asia Tenggara, dan dewasa ini merupakan salah satu lapangan minyak raksasa di dunia. Lapangan ini sekarang dikenal dengan nama lapangan minyak MINAS, yang produksinya telah mencapai 1 miliyar barrel.
3)   IRIAN JAYA. Juga Irian Jaya merupakan suatu kasus yang sangat penting. Setelah 25 tahun diadakan eksplorasi di daerah ini, maka disimpulkan bahwa batuan induk di daerah di cekungan di Selawati di Irian Jaya tidak terlalu baik sehingga sangat diragukan untuk bisa mendapatkan suatu lapangan minyak dengan produksi yang besar di daerah itu. Dengan alasan itu daerah ini ditinggalkan. Dewasa ini Irian Jaya dieksplorasi kembali dan ditemukan suatu lapangan minyak yang kecil tetapi dengan produksi sangat besar, malahan yang paling besar di Indonesia yaitu 30.000 barrel setiap hari. Lapangan ini adalah lapangan minyak Kalsim.
Dari beberapa contoh di atas jelaslah, bahwa suatu teori dapat menghambat jalannya eksplorasi. Walaupun demikian kita harus mempunyai teori mengenai cara terjadinya minyak bumi untuk dipakai sebagai suatu pegangan dalam mengadakan eksplorasi. Dewasa ini teori mengenai asal organik minyak bumi boleh dikatakan telah diterima, sehingga kita ketahui bahwa habitat untuk terdapatnya minyak bumi adalah lapisan sedimen. Dalam hal ini segala macam batuan sedimen harus diperhitungkan. Juga mengenai ketebalan, yaitu makin tebal lapisan sedimennya makin baik kemungkinan keberhasilan eksplorasi minyak bumi. Walaupun demikian, adamya lapisan tipis, tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dewasa ini masih terdapat dua teori utama mengenai asal terjadinya minyak bumi, yaitu :
1)   Teori anorganik atau abiogenesa, yang menyatakan bahwa minyak bumi berasal dari proses anorganik. Teori ini telah lama tidak dianut lagi, namun pada tahun-tahun belakangan ini, di Rusia dihidupkan kembali, misalnya tulisan Porfir’ev (1974) yang mengemukakan kembali tentang cara terjadinya minyak bumi secara anorganik.
2)   Teori organik atau biogenesa, teori ini lebih dapat diterima oleh masyarakat umum di seluruh dunia terutama di luar Uni Soviet.
Teori mengenai cata terdapatnya minyak bumi harus didasarkan atas dua macam bukti, yaitu :
a.    Didasarkan atas percobaan laboratorium, yaitu bahwa proses organik ataupun anorganik dapat mengimitasikan proses aslinya dalam alam. Dengan perkataan lain,proses kimianya harus betul dan harus terbukti di dalam laboratorium.
b.    Didasarkan atas berbagai pemikiran geologi atas berbagai data mengenai tempat terdapatnya minyak bumi, dalam keadaan yang bagaimana, serta faktor geologi mana yang terlibat. Semua data ini didapatkan dari hasil eksplorasi dari seluruh dunia. Jadi, tanpa kekecualian harus dapat menerangkan cara terdapatnya minyak bumi secara geologi di seluruh dunia.
Berikut  ini akan dibentangkan mengenai dua teori utama; mengenai berbagai keberatan serta kesulitan yang timbul, serta beberapa masalah yang masih belum dipecahkan dalam teori anorganik maupun dalam teori organik. Ternyata masih banyak persoalan yang timbul, juga dalam teori organik yang diterima masyarakat luas.

0 komentar:

Posting Komentar